Benzema

Aku suka Pop Mie!” — Benzema

Dari lubuk hati paling dalam sebenarnya saya berharap Liverpool yang juara, namun nasib berkata lain. Di Lauhulmahfuz (Arab: لَوْحُ المَحْفُوظٍ) pena telah diangkat, telah mengering tinta, sudah tertera di sana dan Malaikat juga tahu kalau Real Madrid yang jadi juaranya.

Saya mengenal Benzema sejak beliau masih di Lyon. Tidak terlalu mengikutinya karena memang bukan penggemarnya. Ketika diboyong ke Madrid, media Eropa bilang kalau Benzema adalah hasil kawin silang antara Zidane dan Ronaldo Nazario. Bagi saya, dia adalah Inzaghi yang jarang puasa Senin-Kamis. Saya suka sekali tipe penyerang seperti beliau. Gocek-gocek tipis, lari-lari kecil, nongkrong di kotak penalti lawan sambil menyeduh Pop Mie. Jika kalian ingat Luca Toni, kira-kira gaya permainannya mirip Benzema dewasa ini.

Apa yang membuat dia begitu spesial? Apa yang bisa kita pelajari dari beliau?

Dari musim 2009 sampai sekarang, hilir-mudik manajer bergantian dan Benzema selalu jadi pilihan utama—kecuali di awal musim dan saat bersama Morinho. Ketika trio BBC (Bale, Benzema, Cristiano Ronaldo) merajai Eropa, dia memposisikan diri sebagai badan kapal yang menyangga dua roket berkecepatan suara di sayap kiri dan kanan. Di sayap kiri dan kanan, Bale dan Ronaldo sedang asyik menyikat dan menyisir bek-bek mutakhir Eropa. Sementara itu, bisa kita lihat Benzema sedang nongkrong santai di kotak penalti lawan sambil menyeduh Pop Mie. Terkadang beliau mengobrol dengan kiper lawan untuk mengisi waktu. Di kotak sakral itu, beliau menunggu momen paling pas untuk melakukan rangkaian prosedur yang menjadi alasan kenapa ia dibayar mahal—menerima umpan matang atau menyodorkan bola dari Bale ke Ronaldo atau sebaliknya. Dia sangat mengerti peran dan posisinya di lapangan.

Sebagai pekerja kasar yang ditempatkan di berbagai macam proyek, saya mengenal orang seperti Benzema di pekerjaan saya. Biasanya orang ini berpenampilan tidak menarik, berwajah culun, bertampang cabul tapi punya etos kerja sebesar dunia. Orang ini sangat disiplin dan saat berkata “Okeh Mang, hajar!” dia akan melaksanakan pekerjaannya seperti setan. Saat dua ego raksasa saling silang pendapat, dia akan memberikan masukan secukupnya agar tim tetap waras atau sekadar menyuapi ego ke masing-masing pihak. Dia paham tidak semua orang membaca Ego Is the Enemy karya Ryan Holyday.

Orang-orang hebat terkadang berprilaku eksentrik dan bebal (rieweuh, teu ngawaro jeung hese dibere nyahona). Perlu penyeimbang agar tim tetap solid. Orang-orang seperti Benzema adalah contoh karakter dengan ego tipis yang membawa Real Madrid ke puncak Spanyol dan Eropa meski mulut kotor Couch Justin terus-menerus memberitakan kebohongan. Dasar pelatih gadungan! Jelek! Botak! Wahai Couch Justin yang berwajah kampungan, kembalilah kamu ke pangkuan Yesus. Ikuti ajarannya dan berkata yang baik atau diam!

Demikian. Wasalam.